:
Breaking News

Air Tawar di SMAN 1 Sapeken: Inovasi Kecil yang Mengubah Wajah Pendidikan

top-news
https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

Oleh: Fujianto, S.S., M.Pd

Kepala Sekolah SMAN 1 Sapeken

Di ujung timur Pulau Madura, tersembunyi sebuah kisah sederhana namun menginspirasi dari SMAN 1 Sapeken. Berdiri sejak tahun 2002 di wilayah kepulauan yang terpencil, sekolah ini selama lebih dari dua dekade bergumul dengan satu persoalan mendasar: kekurangan air tawar.

           

Air asin menjadi bagian dari keseharian siswa—bukan karena pilihan, tetapi karena keadaan. Air yang tersedia selama ini bersumber dari sumur dengan kadar garam tinggi. Tidak hanya mengganggu kenyamanan saat beribadah dan kegiatan belajar mengajar, tapi juga membuat aktivitas dasar seperti menggunakan toilet menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan.

 

"Saya tidak ikut salat berjamaah karena air wudhunya asin, bikin mata perih," ujar seorang siswa kepada guru mereka. “Saya ijin mau pulang untuk ke kamar mandi” ujar siswa yang lain. Keluhan sederhana itu menjadi titik balik yang memicu lahirnya inovasi besar dari sekolah kecil ini.

 

Masalah yang Terabaikan

Masalah air asin di SMAN 1 Sapeken bukan hal baru. Namun selama ini, kondisi itu diterima sebagai "kenormalan" hidup di pulau. Siswa terbiasa pulang ke rumah hanya untuk buang air, bahkan membeli air mineral untuk keperluan sanitasi pribadi. Ini tidak hanya menurunkan kenyamanan, tetapi juga mengganggu proses belajar.

 

Melihat urgensi tersebut, kepala sekolah bergerak cepat. Keluhan siswa diverifikasi kepada warga sekolah lain, hingga akhirnya diputuskan bahwa masalah ini tak bisa dibiarkan.

 

 

Dari Musyawarah hingga Gotong Royong

Solusi dimulai dari hal paling sederhana: rapat guru. Dalam musyawarah, disepakati bahwa sekolah perlu mencari sumber air tawar yang bisa dimanfaatkan. Kepala sekolah bersama tim kemudian melakukan penjajakan ke masyarakat sekitar, dan sambutan pun tak terduga: tujuh warga bersedia menawarkan sumur pribadi mereka untuk digunakan sekolah.

 

Setelah melalui seleksi, satu sumur terbaik dipilih. Lokasinya strategis, dan kualitas airnya paling layak untuk kebutuhan sekolah.

Tanpa menunggu bantuan besar, sekolah membeli pipa paralon dan memanfaatkan mesin pompa air lama (Sanyo) yang ada. Proses pemasangan dilakukan secara gotong royong antara guru, siswa, dan warga sekitar. Hasilnya? Untuk pertama kalinya dalam 23 tahun, air tawar mengalir di sekolah.

 

Perubahan yang Nyata

Inovasi ini bukan hanya soal air. Ini tentang mengembalikan martabat siswa dalam menjalani kehidupan sekolah.

·         Siswa kini nyaman beribadah.

·         Tidak ada lagi izin mendadak untuk pulang ke rumah karena ingin ke toilet.

·         Kegiatan belajar-mengajar berjalan lebih lancar.

·         Kebersihan sekolah meningkat drastis.

·         Banyak tanaman hias yang mulai hidup.

·         Dan yang terpenting: partisipasi warga dalam pendidikan terasa nyata.

 

 

Memanusiakan Pendidikan

Inovasi pengadaan air tawar ini mungkin tampak sederhana di mata luar. Tapi di Sapeken, ini adalah lompatan besar. Ia menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya tentang nilai dan kurikulum, tetapi juga tentang keberpihakan terhadap kebutuhan dasar anak-anak.

 

Kepala sekolah menyebutnya sebagai upaya untuk memanusiakan pendidikan, sebuah frasa yang mungkin terlalu sering didiskusikan namun jarang keberpihakannya pada hari ini.

 

SMAN 1 Sapeken berharap langkah kecil ini bisa menginspirasi sekolah-sekolah lain, khususnya di daerah-daerah kepulauan dan terpencil yang menghadapi tantangan serupa. Karena sejatinya, inovasi bukan soal teknologi tinggi, tetapi tentang keberanian untuk peduli terhadap mahluk hidup dan alam sebagai ciptaan Allah SWT. (*)

 

 

https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *